Curhat Mahasiswa Berbeda Universitas tentang Kuliah Daring di Masa Pandemi


Kamis, 24-09-2020—Pandemi Corona masih menggerogoti jiwa negeri. Konsep pendidikan pun berubah, dari biasa bertatap mungka skarang beralih menggunakan berbagai aplikasi jejaring sosial.

Hal ini ternyata sangat membosankan dan tidak efektif yang dirasakan dari sebagian besar mahasiswa dari berbagai universitas. Hal ini terungkap pada curhatan mahasiswa di berbagai Story WhatsApp, Instagram, Facebook, dll

Banyak mahasiswa mulai mengeluhkan proses perkulihan dilakukan secara daring. Mulai adanya kebosanan dengan sistem ini, banyaknya tugas yang diberikan dosen, jaringan yang sulit,  kuota internet  dan  adanya kerinduan untuk berjumpa dengan kawan-kawan serta ingin merasakan kuliah tatap muka yang menurut mereka sangat membantu dalam memahami ilmu secara efektif.

"Kuliah daring memiliki pro dan kontra, satu sisi kuliah daring memang dilakukan untuk menyalurkan materi perkuliahan. Namun, tidak semua mahasiswa bisa mempunyai cukup kuota serta sinyal yang normal. Apalagi yang tinggal di pelosok. Perihal biaya kuota, bagi yang orang tuanya pekerja tetap, tidak ada masalah. Namun bagaimana dengan mahasiswa yang lain? Yang orang tuanya tidak lagi bekerja di masa pandemi ini? Tentu kuliah daring akan menjadi beban baginya. Belum lagi banyaknya tugas yang di berikan. Tentu dengan semua itu nantinya bisa saja mahasisiswa mengalami stress bahkan depresi. Sedangkan dari sisi pembelajaran, tidak semua mahasiswa bisa memahami sistem belajar online. Dosen pun memerlukan lebih banyak waktu untuk mengemas materi perkuliahan. Setelah saya mendengar pendapat dari semua teman saya sesama mahasiswa, kebanyakan mengajukan pendapat yang keberatan mengenai kuliah daring ini. Saya pribadi sangat keberatan dengan sistem kuliah ini, karena kebanyakan materi dan setiap pertemuan ada tugasnya, sehingga membuat saya lelah dan jenuh," keluh Maulidia Fadilah Ariska Terani, Mahasiswa Pendidikan Geografis Universitas Negeri Padang (UNP).

Berbeda dengan mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah ini,  yang terkendala akan kesulitan dalam memahami materi-materi perkuliahan, dan sulit juga dalam mencari sumber belajar yang relevan serta kesulitan jaringan.

“Menurut saya perkuliahan online/daring ini sebenarnya sangat tidak efektif apalagi bagi mahasiswa yang sudah bisa dikatakan sebagai mahasiswa akhir seperti mahasiswa semester 5 ke atas, kenapa demikian saya mengatakan begitu karena pada dasarnya mahasiswa tingkatan ini sudah memasuki yang mana kalau pada jurusan atau mata kuliah keguruan ini sudah pada tingkat harus memahami secara tinggi gimana cara atau metode mengajar, contohnya saja pada mata kuliah saya semester ini yaitunya mata kuliah perencanaan pembelajaran sejarah dan metode penelitian kuantitatif, mata pelajaran ini pada saat kuliah daring ini sangat sulit di pahami, kalau ditanya soal terima atau tidaknya perkuliahan daring ini sejujurnya saya tidak terima kalau di bagian ilmu yang saya dapat, tapi kalau dilihat dari situasi seperti sekarang ini saya harus terima dengan lapang dada saja. Dan cara saya menghadapi kuliah daring ini, yang pertama saya harus mengikuti pembelajaran yang telah di tetapkan kampus saya yaitu pembelajaran dengan menggunakan e-learning, Zoom dan WhatsApp Group sebagai tempat diberikannya materi oleh dosen, yang kedua saya harus mampu belajar sendiri dengan menggunakan sumber yang ada apakah itu dari artikel, jurnal atau buku yang saya punya,”       ujar Sisri Wahyuni Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Negri Padang (UNP)

Tambahnya, “kelebihan dari kuliah online atau daring ini hanya dilihat dari kesehatan dan situasi pada saat ini Insyaallah lebih aman kuliah di rumah aja. Dan kebanyakan dari teman-teman saya di kampus tidak menerima perkuliahan online atau daring ini.”

Sementara, Memi Surtika, mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) IAIN Batusangkar mengatakan kuliah daring semester ini sudah ada kemajuan dari semester lalu yang mana juga menggunakan sistem daring. “Semester lalu saya sangat kesulitan dalam memahami materi perkuliahan yang diberikan, karena rata-rata hanya berdiskusi menggunakan WhatsApp Group. Tetapi sekarang sudah banyak menggunakan aplikasi jejaring sosial lain seperti Google Meeting, Zoom dll. Dan itu membuat saya seakan sedang melakukan perkuliahan bertatap mungka. Hanya saja sekarang kuota internet yang menjadi kendalanya, saya berharap pihak kampus cepat tanggap dalam menangani hal ini,” ungkapnya.

Problem dari segi kuota internet memang patut diperhatikan Karena tanpa adanya kuota mahasiswa tidak dapat melakukan perkuliahan. Apalagi perkuliahan daring ini memanfaatkan beberapa Via Aplikasi yang menurutnya membutuhkan begitu banyak kuota bahkan untuk sekali meeting di Zoom bisa menghabiskan kurang lebih 1 GB untuk satu mata kuliah.

“Bayangkan jika dalam satu minggu semua mata kuliah melakukan meeting pasti sangat sangatlah boros pemakaian kuota internet. Harapan saya semoga pandemi Covid-19 ini segera berakhir dan kami dapat kembali melakukan perkuliahan tatap muka yang lebih eketif dan efesien,” tandas Memi prodi KPI/Jurnalistik.

Dalam beberapa tanya jawab ini, banyak pemerhati pendidikan menyebutkan kuliah daring memang tidak efektif, selain membutuhkan biaya banyak bagi mahasiswa. Namun, di tengah pandemi Covid-19 yang menghentikan kuliah tatap muka sementara waktu, pil pahit ini harus ditelan bersama. Tak hanya bagi mahasiswa, dosen pun tidak punya banyak pilihan. (Rachmanda)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REVIEW FILM JOKER