Tungku Tradisional kini hidup kesepian
Sebagian masyarakat di korong simpang Kamumuan, nagari koto tinggi kuranji
hilir masih memakai tungku. Dengan menggunakan temboh atau sejenis batu
sebanyak sembilan buah. Kemudian di bagi menjadi tiga bagian berbentuk segi
tiga. Selain hemat biaya, pemakaian tungku ini bisa memanfaatkan sisa-sisa kayu
yang tidak terpakai. Jika tidak ada kayu di rumah masyarakat biasanya
mencari kayu ke parak sendiri atau parak orang lain . Nah, Kayu ini murah
di dapatkan apalagi di daerah perkampungan yang kaya akan alam. Konon
katanya jika memasak di tungku ini lebih menimbulkan cita rasa yang sangat
khas. Namun kondisi dulu berbeda dengan sekarang. Sebagian besar warga di sini
lebih memilih memasak di kompor minyak atau kompor gas. Sebagian besar warga
beranggapan memasak ditungku kayu bakar adalah suatu hal yang ribet
karena musti dimulai dengan menyalakan api terlebih dahulu serta mesti
menghebus-hebus api . jika , susah menghidupkannya tungku kayu tentunya sangat
banyak mengeluarkan asap. Ada pandangan" mamasak jo tungku tu kumuah
dan jo baun asok badan deknyo, ujar etek kadai. Maksudnya memasak pakai
tungku kayu itu suatu hal yang kotor dan menyebabkan badanya berbau asap. Oleh
karena itu , kini warga pada enggan memasak berhubungan dengan yang namanya
Tungku. Bagi saya memasak makanan dan air menggunakan tungku ini suatu hal yang
menghemat biaya. Apalagi ketika masak banyak aia angek(air hangat) kita bisa
menggunakan tungku jarang agar gas yang ada di dalam rumah tidak cepat habis
begitu saja. Serta sangat cocok sekali memanfaatkan tungku jika gas mahal atau
langka. Semoga warga disini tetap melestarikan keberadaan tungkunya sebagai
jaminan kelangsungan hidup guna untuk menopang kehidupan sehari-hari.
(Asih)
Komentar
Posting Komentar