Pelestarian Kato Nan Ampek Pembentuk Pribadi Yang Santun Dalam Minangkabau


 


BatusangkarBahasa Minangkabau sebagai mother tongue di daerah Sumatra Barat digunakan dan dipakai dalam komunikasi sehari-hari.  di Minang sangat  menjujung tinggi adat-istiadat, tatakrama, dan kesantunan, khususnya dalam berkomunikasi yang sedianya telah ada dalam tata aturan yang disebut dengan kato nan ampek. Hal ini akan berpengaruh kondisi perkembangan karakter generasi di masa datang.

Dan memupuk pribadi yang santun melalui penanaman nilai-nilai budaya dalam rumah tangga dan sekolah. Kesantunan tersebut dapat terbentuk dengan berdasar pada aturan tata krama di Minangkabau yang disebut dengan kato nan ampek. 

Ada empat langgam yang dipakai oleh orang Minang, yaitu kato mandaki (kata mendaki), kato malereang (kata melereng), kato manurun (kata menurun), dan kato mandata (kata mendatar).

 Kato mandaki adalah bahasa yang digunakan untuk lawan bicara yang lebih dewasa atau orang yang dihormati, seperti orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua, murid kepada guru, dan bawahan kepada atasan. Pemakaian tatabahasanya lebih rapi, ungkapannya jelas, dan penggunaan kata ganti orang pertama, kedua, dan ketiga bersifat khusus, ambo untuk orang pertama, panggilan kehormatan untuk orang yang lebih tua: mamak, inyiak, uda, tuan, etek, amai, atau uni serta baliau untuk orang ketiga.

Selanjutnya, kato malereang merupakan bahasa yang digunakan untuk lawan bicara yang disegani dan dihormati secara adat dan budaya. Umpamanya orang yang mempunyai hubungan kekerabatan karena perkawinan, misalnya, ipar, besan, mertua, dan menantu, atau antara orang-orang yang jabatannya dihormati seperti penghulu, ulama, dan guru. Pemakaian tatabahasanya rapi, tetapi lebih banyak menggunakan peribahasa, seperti perumpaan, kiasan atau sindiran. Kata pengganti orang pertama, kedua, dan ketiga juga bersifat khusus. Wak ambo atau awak ambo untuk orang pertama, gelar dan panggilan kekerabatan yang diberikan keluarga untuk orang kedua. Baliau untuk orang ketiga.

Yang ketiga kato manurun adalah bahasa yang digunakan untuk lawan bicara yang lebih muda seperti membujuk pada anak kecil, mamak pada kemenakannya, guru kepada murid, dan atasan kepada bawahan. Pemakaian tatabahasa rapi, tetapi dengan kalimat yang lebih pendek. Kata ganti orang pertama, kedua, dan ketiga juga bersifat khusus. Wak den atau awak den atau wak aden (asalnya dari awak aden) untuk orang pertama. Awak ang atau wak ang untuk orang kedua laki-laki, awak kau atau wak kau untuk orang kedua perempuan. Wak nyo atau awak nyo untuk orang ketiga. Kata awak atau wak artinya sama dengan kita. Kata ini dipakai sebagai pernyataan bahwa setiap orang sama dengan kita atau di antara kita juga.

Yang terakhir  kato mandata, yaitu bahasa yang digunakan dalam komunikasi biasa dan dengan lawan bicara yang seusia dan sederajat. Selain itu, kato mandata ini juga digunakan oleh orang yang status sosialnya sama dan memiliki hubungan yang akrab. Pemakaian bahasanya yang lazim adalah bahasa slank. Tatabahasanya lebih cenderung memakai suku kata terakhir atau kata-katanya tidak lengkap dan kalimatnya pendek-pendek. Kata ganti orang pertama, kedua, dan ketiga juga bersifat khusus, yaitu aden atau den untuk orang pertama. Ang untuk orang kedua laki-laki. Kau untuk orang kedua perempuan. Inyo atau anyo untuk orang ketiga.

Dari uraian di atas tampak bahwa perbedaan status sosial dan situasi yang berbeda menunjukkan adanya aturan tata krama yang jelas dalam bahasa Minangkabau. Hal ini diperjelas dengan pendapat Moussay (1981) bahwa penggunaan “acuan persona” bahasa Minangkabau berbeda dengan bahasa lain. Penggunaan tersebut sangat beragam karena diujarkan dalam situasi yang berbeda.

Dengan adanya aturan-aturan tata krama seperti ini, kesantunan berbahasa dapat dibiasakan mulai dari cara menyapa seseorang. Komunikator dapat membedakan acuan persona ini sesuai dengan konteks dan situasi yang berbeda. Jika orang tua memberikan contoh yang baik kepada anak, anak akan merekamnya karena seperti yang diketahui bahwa pemerolehan itu didapatkan secara tidak sadar oleh anak. Dari apa yang mereka dengar, semua itu tersimpan dalam nurani dan akan muncul ketika mereka mulai dapat mengucapkan kata. (Taufik, Fahrika,imam)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEMINAR DESAIN GRAFIS BERBASIS BISNIS YANG DIADAKAN OLEH HIMPUNAN MAHASISWA PROGRAM STUDI JURNALISTIK ISLAM

REVIEW FILM JOKER

USIA LANJUT, PAIMIN TETAP EKSIS BERJUALAN